Minggu, 22 November 2015

RUKUN KHUTBAH JUMAT MENURUT 4 MADZHAB

Khutbah jumat memang bukan sekedar ceramah biasa, namun ada syarat dan rukun yang harus terpenuhi. Syarat dan rukun ini juga mengacu pada apa yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan juga dilakukan oleh para sahabat ra.
Berikut kami kutipkan mengenai rukun khutbah jumat menurut 4 imam madzhab



Para ulama berbeda pendapat ketika menyebutkan apa saja yang merupakan rukun dalam khutbah Jumat. Sehingga ketika dijumlahkan, ternyata jumlahnya berbeda-beda pada tiap mazhab.
1. Mazhab Al-Hanafiyah
Pandangan Mazhab Al-Hanafiyah barangkali cukup aneh terdengar buat telinga kita bangsa Indonesia, yang rata-rata bermazhab Asy-Syafi'iyah. Dalam pandangan mazhab Al-Hanafiyah, rukun khutbah jumat itu hanya satu, yaitu membaca hamdalah, tahlil dan tasbih.
Dasarnya karena di dalam Al-Quran memerintahkan orang-orang yang mendengar seruan untuk shalat pada hari Jumat, bersegera mendatangi dzikrullah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.(QS. Al-Jumu’ah : 9)
Maka dalam pandangan mazhab ini, apa saja yang dibaca khatib di atas mimbar, asalkan termasuk dzikrullah, maka hukumnya sah. Dan dzikrullah itu tidak lain adalah hamdalah, tasbih dan tahlil, yaitu mengucapkan lafadz alhamdulillah, subhanallah dan lailaha illallah.
2. Mazhab Al-Malikiyah
Mazhab Al-Malikiyah menyebutkan bahwa yang termasuk rukun dalam khutbah Jumat tidak cukup bila hanya lafadz dzikir saja sebagaimana pendapat mazhab Al-Hanafiyah di atas. Dalam pandangan mereka, khutbah Jumat itu minimal orang Arab menyebutnya sebagai khutbah, walau pun hanya dua bait kalimat seperti :
اتَّقُوا اللَّهَ فِيمَا أَمَرَ وَانْتَهُوا عَمَّا عَنْهُ نَهَى وَزَجَرَ
Bertaqwalah kepada Allah dalam apa yang Dia perintahkan dan berhentilah dari apa yang dilarangnya.
Namun Ibnul Arabi yang bermazhab Maliki agak sedikit berbeda dengan mazhabnya. Beliau menyatakan minimal khutbah Jumat itu menyebutkan hamdalah, shalawat kepada Nabi SAW, tahdzir (mengingatkan) dan tabsyir (memberi kabar gembira) serta beberapa petikan ayat Al-Quran.
3. Mazhab Asy-Syafi'iyah : Lima Rukun
Mazhab yang lebih lengkap dalam urusan rukun khutbah Jumat adalah mazhab Asy-Syafi’iyah. Mazhab ini menetapkan setidaknya ada lima rukun khutbah Jumat, yaitu hamdalah, shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, membaca petikan ayat Al-Quran, berwasiyat dan memohon ampunan buat kaum muslimin.
Rukun Pertama : Hamdalah
Hamdalah adalah mengucapkan lafadz alhamdulillah, innalhamda lillah, ahmadullah atau lafadz-lafadz yang sejenisnya. Dasarnya adalah hadits nabi SAW :
كُلُّ كَلاَمٍ لاَ يُبْدَأُ فِيهِ باِلحَمْدِ لِلَّهِ فَهُوَ أَجْذَم
Semua perkataan yang tidak dimulai dengan hamdalah maka perkataan itu terputus. (HR. Abu Daud)
Rukun Kedua : Bershalawat Kepada Nabi SAW
Shalawat kepada Rasulullah SAW bisa dengan lafadz yang sederhana, seperti :
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
Ya Allah limpahkanlah shalawat kepada Muhamamd
Tidak diharuskan menyampaikan salam, dan juga tidak harus dengan shalawat kepada keluarga beliau. Minimal sekali hanya sekedar shalawat saja.
Rukun Ketiga : Membaca Petikan Ayat Al-Quran
كَانَ يَقْرَأ آياَتٍ وَيُذَكِّرُ النَّاسَ
Rasulullah SAW membaca beberapa ayat Al-Quran dan mengingatkan orang-orang
Sebagian ulama mengatakan bahwa karena khutbah Jumat itu pengganti dari dua rakaat shalat yang ditinggalkan, maka membaca ayat Al-Quran dalam khutbah hukumnya wajib.
Rukun Keempat : Nasehat atau Washiyat
Nasihat atau washiyat yang menjadi rukun intinya sekedar menyampaikan pesan untuk taat kepada Allah SWT dan sejenisnya. Atau setidaknya untuk menjauhi larangan-larangan dari Allah SWT. Misalnya seperti lafadz berikut ini :
اَطِيعُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا مَعَاصِيْهِ
Taatilah Allah dan jauhilah maksiat
Rukun Kelima : Doa dan Permohonan Ampunan
Doa atau pemohonan ampun untuk umat Islam dijadikan rukun yang harus disampaikan dalam khutbah Jumat menurut mazhab As-Ssyafi'iyah. Minimal sekedar membaca lafadz :
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمـُسْلِمَاتِ
Ya Allah ampunilah orang-orang muslim dan muslimah 
4. Mazhab Al-Hanabilah : Empat Rukun 
Mazhab Al-Hanabilah menetapkan ada empat rukun khutbah, nyaris sama dengan rukun khutbah pada mazhab Asy-syafi'iyah, kecuali bedanya dalam mazhab ini tidak ada rukun yang kelima, yaitu doa dan permohonan ampun.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA 

Kamis, 19 November 2015

Khutbah Jumat "5 KIAT MENJADI MUSLIM ISTIQOMAH"

KHUTBAT JUMAT 20 November 2015,  “5 KIAT MENJADI MUSLIM ISTIQOMAH ” Masjid Nurul Qomar Puri Cilegon Hijau
by. Supriyanto
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di manapun kita berada. Baik ketika kita sedang bersama orang banyak, maupun ketika sendirian. Dan marilah kita senantiasa takut akan terkena azab-Nya, kapan dan di mana pun kita berada. Karena, kewajiban menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya bukan hanya pada waktu dan saat-saat tertentu saja. Bahkan, beribadah kepada-Nya adalah kewajiban yang harus dilakukan hingga ajal mendatangi kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
Dan beribadahlah kepada Rabb-mu sampai kematian mendatangimu.” (Al-Hijr: 99)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah……
Setiap muslim yang telah berikrar bahwa Allah Rabbnya, Islam agamanya dan Muhammad rasulnya, ia harus senantiasa memahami arti ikrar ini dan mampu merealisasikan nilai-nilainya dalam realitas kehidupannya. Setiap dimensi kehidupannya harus terwarnai dengan nilai-nilai tersebut baik dalam kondisi aman maupun terancam. Namun dalam realitas kehidupan dan fenomena ummat, kita menyadari bahwa tidak setiap orang yang memiliki pemahaman yang baik tentang Islam mampu meimplementasikan dalam seluruh kisi-kisi kehidupannya. Dan orang yang mamupu mengimplementasikannya belum tentu bisa bertahan sesuai yang diharapkan Islam, yaitu komitment dan istiqamah dalam memegang ajarannya dalam sepanjang perjalanan hidupnya.
ALLAH SWT BERFIRMAN :
“Maka tetaplah (istiqamahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(Hud:112)

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialahAllah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.(Al-Ahqaf:13-14)

 Abu Bakar Shiddiq ra ketika ditanya tentang istiqamah ia menjawab; bahwa istiqamah adalah kemurnian tauhid (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa dan siapapun)
– Umar bin Khattab r.a. berkata: “Istiqamah adalah komitment terhadap perintah dan larangan dan tidak boleh menipu sebagaimana tipu musang”
– Utsman bin Affan ra berkata: “Istiqamah adalah mengikhlaskan amal kepada Allah swt”
– Ali bin Abu Thalib ra berkata: “Istiqamah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban”
 Hasan Bashri berkata: “Istiqamah adalah melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksitan”
– Mujahid berkata: “Istiqamah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan Allah swt”

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah….
Jadi muslim yang beristiqamah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan aqidahnya dalam situasi dan kondisi apapun. Ia bak batu karang yang tegar mengahadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah loyo atau mengalami futur dan degredasi dalam perjalanan hidupnya. Ia senantiasa sabar dalam memegang teguh tali keimanan. Dari hari ke hari semakin mempesona dengan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan Islam. Ia senantiasa menebar pesona Islam baik dalam ruang kepribadiannya, kehidupan keluarga, kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Itulah cahaya yang selalu menjadi pelita kehidupan. Itulah manusia muslim yang sesungguhnya, selalu istiqomah dalam sepanjang jalan kehidupan
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…..
Setidaknya ada 5 langkah untuk jalan menuju Istiqamah

Pertama, Muraqabah
Muraqabah adalah perasaan seorang hamba akan kontrol ilahi dan kedekatan dirinya kepada Allah. Hal ini diimplementasikan dengan mentaati seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya, serta memiliki rasa malu dan takut, apabila menjalankan hidup tidak sesuai dengan syariat-Nya.
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hadid: 4)
Rasulullah saw. bersabda-ketika ditanya tentang ihsan, “Kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, dan apabila kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihat kamu.” (H.R. Bukhari)
Kedua, Mu’ahadah
Mu’ahadah yang dimaksud di sini adalah iltizamnya seorang atas nilai-nilai kebenaran Islam. Hal ini dilakukan kerena ia telah berafiliasi dengannya dan berikrar di hadapan Allah SWT.
Ada banyak ayat yang berkaitan dengan masalah ini, di antaranya adalah sebagai berikut.
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (An-Nahl: 91)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Al-Anfal: 27)

Ketiga, Muhasabah
Muhasabah adalah usaha seorang hamba untuk melakukan perhitungan dan evaluasi atas perbuatannya, baik sebelum maupun sesudah melakukannya. Allah berfirman;
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18)
“Orang yang cerdas (kuat) adalah orang yang menghisab dirinya dan beramal untuk hari kematiannya. Adapun orang yang lemah adalah orang yang mengekor pada hawa nafsu dan berangan-angan pada Allah.” (H.R. Ahmad)
Umar bin Khattab ra berkata, “Hisablah dirimu sebelum dihisab, dan timbanglah amalmu sebelum ditimbang ….”

Keempat, Mu’aqabah
Mu’aqabah adalah pemberian sanksi oleh seseorang muslim terhadap dirinya sendiri atas keteledoran yang dilakukannya.
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Al-Baqarah: 179)
Generasi salaf yang soleh telah memberikan teladan yang baik kepada kita dalam masalah ketakwaan, muhasabah, mu’aqabah terhadap diri sendiri jika bersalah, serta contoh dalam bertekad untuk lebih taat jika mendapatkan dirinya lalai atas kewajiban. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat :

1. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Umar bin Khaththab ra pergi ke kebunnya. Ketika ia pulang, maka didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan Shalat Ashar. Maka beliau berkata, “Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah shalat Ashar! Kini, aku menjadikan kebunku sedekah untuk orang-orang miskin.”
2. Ketika Abu Thalhah sedang shalat, di depannya lewat seekor burung, lalu beliau pun melihatnya dan lalai dari shalatnya sehingga lupa sudah berapa rakaat beliau shalat. Karena kejadian tersebut, beliau mensedekahkan kebunnya untuk kepentingan orang-orang miskin, sebagai sanksi atas kelalaian dan ketidak khusyuannya.

Kelima Mujahadah (Optimalisasi)
Mujahadah adalah optimalisasi dalam beribadah dan mengimplementasikan seluruh nilai-nilai Islam dalam kehidupan.
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya…” (Al-Hajj: 77-78)
“Rasulullah saw. melaksanakan shalat malam hingga kedua tumitnya bengkak. Aisyah ra. pun bertanya, ‘Mengapa engkau lakukan hal itu, padahal Allah telah menghapuskan segala dosamu?’ Maka, Rasulullah saw. menjawab, ‘Bukankah sudah sepantasnya aku menjadi seorang hamba yang bersyukur.'” (H.R. Bukhari-Muslim)

Inilah lima langkah yang harus dimiliki oleh seorang muslim yang ingin mempertahankan nilai keimanan, yang ingin bertahan dan istiqamah di puncak ketakwaannya. Semoga Allah SWT menjadikan kita semua hamba-hamba-Nya yang senantiasa istiqamah, sampai akhir hayat kita bahkan sampai anak cucuk kita  menjadi seorang muslim ideal dan akhirnya kita dijanjikan surga-Nya.amin.
 Barakallahu….

Kamis, 17 September 2015

Khutbah Jumat "Dahsyat Keutamaan Bulan Dzulhijah"

KHUTBAH JUMAT “KEUTAMAAN BULAN ZULHIJAH” 18-9-2015
Masjid Nurul Qomar – Puri Cilegon Hijau

Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT,
Segala puji hanyalah milik Allah. Maka tiada hal lain yang lebih pantas untuk kita ucapkan setalah menyadari nikmat-nikmatNya, kecuali memuji-Nya dengan segala pujian yang diajarkan-Nya kepada kita. Lalu hati kita juga khusyu’ mensyukuri nikmat-nikmat itu, seraya memimpin anggota bada kita untuk tunduk dan taat dalam menjalankan ibadah semata-mata kepada-Nya. Hanya dengan integrasi ketiga bentuk amal itulah syukur kita menemukan hakikatnya.

Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT,,
Kita saat ini tengah berada di bulan Dzulhijjah 1436 H. Dengan demikian kita telah memasuki salah satu 4 bulan haram sebagaimana firman Allah ”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS : At Taubah(9):36).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya zaman ini telah berjalan (berputar) sebagaimana perjalanan awalnya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, yang mana satu tahun itu ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram, tiga bulan yang (letaknya) berurutan, yaitu Dzul Qa'dah, Dzul Hijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab Mudhar yang berada diantara Jumada (Akhir) dan Sya'ban."
(HR. Al Bukhari: 4385 dan Muslim: 1679)

Kenapa disebut bulan Haram dan Larangan :
"Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar." (Al-Baqarah 217)

'Abdullah bin 'Abbas mengatakan :
"(Janganlah kalian menganiaya diri kalian) yakni pada seluruh bulan yang ada, kemudian dikhususkan dari bulan-bulan itu empat bulan yang Allah telah menjadikannya sebagai bulan-bulan haram, yang telah dilebihkan kedudukannya daripada bulan yang lain. Dan perbuatan dosa yang dilakukan didalamnya lebih besar dihadapan Allah, begitu juga amalan shalih yang dilakukan akan menghasilkan ganjaran yang lebih besar pula." (Lathaif Al Ma'arif: 124)


 Jamaah Jumat rahimakumullah,
Karenanya, melalui mimbar Jum’at ini khatib mengajak diri sendiri dan kita semua untuk mempersiapkan diri menyongsong bulan Dzulhijjah ini. Sehingga saat ia datang menjumpai kita, kita telah siap dengan amal-amal di bulan ini sekaligus mengambil nilai-nilai tarbiyah yang ada di dalamnya.

1. Haji & Umroh
Saat ini sebagian saudara-saudara kita yang menunaikan ibadah haji telah berada di tanah suci. Inilah rangkaian ibadah yang mengandung muatan tarbiyah historis yang luar biasa. Agar manusia mengambil pelajaran yang tak ternilai dari sana. Bukan hanya bagi mereka yang sudah dipanggil Allah dalam menunaikannya, tetapi juga bagi kita yang belum berkesempatan menjalankan rukun Islam yang kelima.

Diantara pelajaran yang begitu tampak dari ibadah haji adalah deklarasi persamaan derajat manusia di dalam Islam. Islam bukanlah agama yang mempertahankan atau mendukung diskriminasi atas dasar warna kulit dan suku bangsa. Allah tidak membedakan manusia dari segi hartanya, popularitas, maupun jabatan dan kekuasaannyaKita pun, yang tidak berada di Masjidil Haram, seharusnya sadar akan hakikat nilai manusia di hadapan Allah SWT. Mereka semua sama. Yang membedakan dan membuat seseorang lebih mulia daripada lainnya adalah ketaqwaannya.

Sesungguhnya manusia yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. (QS. Al-Hujurat : 13)

Hakikat ini seharusnya tertanam kuat dalam jiwa kita dan menjadi pemicu bagi kita untuk terus meningkatkan ketaqwaannya. Sementara banyak orang yang mengumpulkan bekal untuk kehidupan dunianya, Allah menunjukkan pula kepada kita untuk mempersiapkan sebaik-baik bekal, yakni taqwa.
Dan berbekallah kalian. Sesungguhnya bekal yang terbaik adalah taqwa. (QS. Al-Baqarah : 197)
Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah SWT,
haji juga sarat dengan napak tilas sejarah Nabi Ibrahim dan keluarganya. Ka’bah merupakan tempat ibadah yang dibangun pertama kali oleh Nabi Ibrahim. Ia simbol ketauhidan, dan ke arahnya umat Islam berkiblat dalam shalat. Sai mengingatkan ikhtiar serius istri Nabi Ibrahim, Hajar, dalam upaya regenerasi ahli tauhid. Melontar jumrah juga merupakan simbol perlawanan kepada syaitan, yang telah dicontohkan Nabi Ibrahim, dan hingga kiamat nanti statusnya memang tidak pernah berubah; syaitan adalah musuh yang nyata bagi orang yang beriman.

Lebih dari itu, semua ibadah haji merupakan kepatuhan dan ketundukan total kepada Allah sebagai pembuat syariat. Bagaimana petunjuk Allah dalam beribadah, begitulah kita harus mengerjakannya. Bagaimana perintah Allah kepada orang beriman, begitulah ia harus sami’na wa atha’na. Dengan demikian ibadah haji menjadi ibadah yang sangat berat. Selain menyediakan biaya yang sangat besar dan membutuhkan fisik yang prima, kondisi ruhiyah juga harus terjaga selama ibadah ini ditunaikan. Maka, sebanding dengan beratnya kombinasi dari ibadah qalbiyah, ibadah badaniyah, dan ibadah maliyah ini, Allah telah menyediakan balasan yang luar biasa pula:

Haji yang mabrur, tidak ada balasannya kecuali surga. (HR. Bukhari dan Muslim)

Lalu bagaimana dengan kita yang di bulan Dzulhijjah 1436 H ini belum mampu menunaikan haji? Masih ada banyak kesempatan amal untuk kita kerjakan.

1. Memperbanyak ibadah dan amal shalih di sepuluh hari pertama Dzulhijjah
Bagi kita yang tidak berhaji pun, kesempatan emas terbuka untuk meraih banyak keutamaan di bulan Dzulhijjah. Memperbanyak ibadah pada tanggal 1 Dzulhijjah sampai dengan 10 Dzulhijjah merupakan pilihan yang cerdas, sebab banyak hadits yang menjelaskan keutamaannya. Ibadah itu bisa berupa memperbanyak shadaqah, berdzikir, tilawah, dan amal shalih lainnya.

Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak ada hari-hari di mana amal shalih lebih disukai oleh Allah Azza wa Jalla dari pada hari-hari ini, yakni hari pertama hingga kesepuluh Dzulhijjah.” Para shahabat pun bertanya, “Ya Rasulullah, meskipun dibandingkan dengan berjihad fi sabilillah?” Beliau menjawab, “Memang, meskipun dibandingkan dengan berjihad fi sabilillah, kecuali seorang yang pergi membawa nyawa dan hartanya, kemudian tidak satu pun diantara keduanya itu yang kembali (mati syahid).” (HR. Jamaah kecuali Muslim dan Nasai)

Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda:

Tidak ada hari-ahri yang dianggap lebih agung oleh Allah SWT dan lebih disukai untuk digunakan sebagai tempat beramal sebagaimana hari pertama hingga kesepuluh Dzulhijjah ini. Karenanya, perbanyaklah pada hari-hari itu bacaan tahlil, takbir, dan tahmid. (HR. Ahmad)

Tidak ada hari-hari yang lebih disukai Allah untuk digunakan beribadah sebagaimana halnya hari-hari sepuluh Dzulhijjah. Berpuasa pada siang harinya sama dengan berpuasa selama satu tahun dan shalat pada malam harinya sama nilainya dengan mengerjakan shalat pada malam lailatul qadar. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Baihaqi)

2 Puasa Arafah
Ayyuhal muslimuun hafidzakumullah,
Puasa ini disunnahkan bagi kita yang tidak sedang mengerjakan haji. Adapun bagi mereka para jamaah haji, mereka tidak diperbolehkan berpuasa. Saat itu mereka harus wukuf di Arafah. Dengan demikian, keutamaan hari Arafah bisa dinikmati oleh orang yang sedang berhaji maupun yang tidak sedang berhaji.

Keutamaan puasa Arafah ini diriwayatkan oleh Abu Qatadah r.a. :

Rasulullah SAW pernah ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau menjawab, “Puasa itu menghapus dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun berikutnya.” (HR. Muslim)

Subhaanallah, luar biasa. Mendengar keutamaan puasa Arafah ini, pantaslah bila pada hari Arafah itu banyak orang yang dibebaskan Allah SWT dari siksa neraka.

Tidak ada satu hari yang pada hari itu Allah membebaskan para hamba dari api neraka yang lebih banyak dibandingkan hari Arafah. (HR. Muslim)

3. Shalat Idul Adha
Ikhwatal iman yahdikumullah,
Amal khusus di bulan Dzulhijjah berikutnya adalah Shalat Idul Adha. Jumhur ulama’ menjelaskan bahwa hukumnya sunnah muakkad, dan ada beberapa ulama’ yang berpendapat hukumnya wajib. Jika pada shalat idul fitri disunnahkan makan terlebih dahulu sebelum berangkat shalat, maka shalat idul adha adalah kebalikannya: disunnahkan makan setelah shalat id. Sholat Idul Adha merupakah salah satu dari syiar-syiar agama Allah

4. Berqurban
Ayyuhal muslimuun rahimakumullah,
Amal lainnya yang sangat istimewa dan khusus di bulan Dzulhijjah ini adalah qurban. Ibadah qurban ini juga sarat dengan nilai tarbiyah. Bahkan sejarah disyariatkannya qurban pada masa Nabi Ibrahim adalah sejarah pengorbanan, ketaatan, serta proses taurits di dalam keluarga muslim. Kita sekarang tidak diperintahkan untuk menyembelih anak-anak  kita, tetapi menyembelih kambing, domba, sapi, atau unta sebagai bentuk ketaatan dan pengorbanan kita kepada Allah SWT..

Keutamaan qurban sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:

Tidak ada amalan yang diperbuat manusia pada Hari Raya Kurban yang lebih dicintai oleh Allah selain menyembelih hewan. Sesungguhnya hewan kurban itu kelak pada hari kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulu, dan kuku kukunya. Sesungguhnya sebelum darah kurban itu mengalir ke tanah, pahalanya telah diterima Allah. Maka tenangkanlah jiwa dengan berkurban. (HR. Tirmidzi)


لَنْيَنَالَاللَّهَلُحُومُهَاوَلَادِمَاؤُهَاوَلَٰكِنْيَنَالُهُالتَّقْوَىٰمِنْكُمْ

”Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu” (QS. Al Hajj: 37)

Ini sebagai symbol atau gambaran bahwa untuk mendapatkan jiwa yg taqwa maka harus kita sembelih sifat kebinatangan dalam diri kita, Kemelkatan terhadap harta benda, anak kesenengan dunia lainya terkadang dapat melalaikan kita dari taat kepada Allah SWT, oleh karenanya Allah SWT memberikan syariat berupa berqurban

Demikianlah amal-amal khusus selama bulan Dzulhijjah. Semoga Dzulhijjah 1436 ini semakin mendekatkan kita kepada Allah SWT sehingga kita memperoleh ridha, rahmat, dan ampuan-Nya. Dengan demikian, kita bisa berharap bertemu Allah kelak di surga.

KHUTBAH KEDUA